Tafakkur Diri di Zaman Ilmiah

Jumat, 04 November 20160 komentar

http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/11/tafakkur-diri-di-zaman-ilmiah.html










Sepertinya sudah bosan untuk mengupas masalah-masalah lucu negeri ini, mungkin akan lebih baik kita sejenak berfikir dan  merenung kembali keberadaan diri kita, alam sekitar, serta sang maha kuasa.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berjalan dengan demikian cepat. Sementara itu, pemahaman yang terkait dengan pengembangan teknologi yang mendasarkan pada keimanan berjalan lebih lambat. Para ilmuwan berargumentasi bahwa semua penelitian dilakukan dengan langkah yang dapat dipertanggungjawabkan, sebaliknya para agamawan lebih sibuk membicarakan persoalan akhirat dan pesan-pesan moral. Tidak heran jika selalu terjadi benturan antara ilmu pengetahuan dan agama.

Kaum agamawan memerlukan etika dalam arti, memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana harus hidup kalau ia mau menjadi baik. Orang beragama diharapkan menggunakan anugerah Sang Pencipta, yaitu akal budi. Jangan sampai akal budi dikesampingkan dari agama. Oleh karena itu kaum agamawan yang diharapkan betul-betul memakai rasio dan memahami ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi.

Pada sisi lainnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah dapat menjawab semua hal. Memang sains tidak dimaksudkan seperti itu. Hal yang membuat sains begitu berharga adalah karena sains membuat kita belajar tentang diri kita sendiri. Oleh karenanya diperlukan kearifan dan kerendahan hati untuk dapat memahami dan melakukan interpretasi maupun implementasi teknologi dan ilmu pengetahuan manusia. Albert Einstein berkata dalam salah satu pidatonya bahwa ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta. Pergulatan Einstein dengan sains membawanya menemukan Tuhan.

Perkembangan sains dan ilmu pengetahuan manusia diilhami dari tumbuhnya sikap pencerahan rasional manusia sebagai masyarakat modern, dan dikenal sebagai sikap rasionalime. Dengan pandangan rasionalisme, semua tuntunan haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara argumentatif.

Ciri paling utama dalam rasionalisme adalah kepercayaan pada akal budi manusia. Segala sesuatu harus dapat dimengerti secara rasional. Sebuah pernyataan hanya boleh diterima sebagai sebuah kebenaran apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Dalam sisi lainnya, tradisi, berbagai bentuk wewenang tradisional, dan dogma, adalah sesuatu yang tidak rasional bagi masayarakat modern.

Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, yaitu sebuah aliran yang sangat mengedepankan metode ilmiah dengan menempatkan asumsi-asumsi metafisis, aksiologis dan epistemologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan kebenaran, sains merupakan ‘dewa’ dalam beragam tindakan sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Menurut sains, kebenaran adalah sesuatu yang empiris, logis, konsisten, dan dapat diverifikasi. Sains menempatkan kebenaran pada sesuatu yang bisa terjangkau oleh indra manusia.

Sedangkan agama menempatkan kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra tetapi juga yang bersifat non indrawi. Sesuatu yang datangnya dari Tuhan harus diterima dengan keyakinan, kebenaran di sini akan menjadi rujukan bagi kebenaran-kebenaran yang lain.

Sains dan agama berbeda, karena mungkin mereka berbeda paradigma. Pengklasifikasian secara jelas antara sains dan agama menjadi suatu tren tersendiri di masyarakat zaman renaisan dan tren ini menjadi dasar yang kuat hingga pada perkembangan selanjutnya. Akibatnya, agama dan sains berjalan sendiri-sendiri dan tidak beriringan, maka tak heran kalau kemudian terjadi pertempuran di antara keduanya. Sains menuduh agama ketinggalan zaman, dan agama balik menyerang dengan mengatakan bahwa sains sebagai musuh Tuhan.

Pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan agama tidak terlepas dari masalah dasar dari perdebatan, yaitu persoalan “kebenaran“ dan persoalan “etika“ dalam kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kearifan manusia untuk bersikap rendah hati dalam memahami esensi kebenaran dan etika dalam kehidupan ini.

Dapat dijelaskan bahwa dalam menelaah fakta dan kebenaran yang ada di kitab suci maupun yang nampak secara fisik di alam semesta ini diperlukan kearifan dan etika dalam proses pemahaman tersebut. Sikap arif dari manusia yang mencoba menginterpretasi hukum Tuhan maupun hukum alam akan memberikan kesimpulan atas kebenaran yang ada dapat lebih dipertanggungjawabkan dalam konteks sains maupun dalam konteks religi.
Ketika pada abad ke 17 dan ke 18 muncul pemahaman “pencerahan” di Eropa sebagai sikap penentangan terhadap segala bentuk tradisi dan dogma, hal ini dianggap sebagai bentuk kesadaran akan hakekat manusai sebagai individu yang mempunai akal budi. Jaman pencerahan ini membawa manusia semakin maju ke arah rasionalitas dan kesempurnaan moral.

Dengan pemahaman rasionalitas, ilmu penegtahuan telah tumbuh berkembang dan mendasarkan pada kegiatan pengamatan, eksperimen, dan deduksi menurut ilmu ukur. Dengan demikian manusia semakin bersikap rasional dalam memandang alam semesta. Gerakan-gerakan yang terjadi di alam, misalnya, tidak lagi diyakini sebagai disebabkan oleh kekuatan-kekuatan gaib yang menggerakan dan berada di belakangnya. Pergerakan itu diyakini terjadi didasarkan kekuatan-kekuatan objektif alam itu senndiri yang dikenal sebagai hukum alam.

Etika dalam interpretasi dan implementasi hukum alam, dalam hal ini sains merupakan bahasan yang lebih rumit karena hal ini menyangkut hakekat penguasaan penentuan kehidupan maupun hal lain terkait dengan proses penciptaan. Diperlukan pembelajaran etika, terutama dari kalangan saintis untuk terus melakukan observasi dan eksplorasi alam semesta ini.

Dalam sudut pandang yang sama, pengkuatan eksistensi agama di dunia seharusnya juga dilakukan dengan lebih membuka diri pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah rahmat Tuhan sebagai hasil dari dibekalinya manusia dengan akal budi. Pemahaman yang lebih baik mengenai sains dan rasionalitas akan membuat para agamawan menjadi manusia yang juga akan sangat arif dalam menyikapi perintah Tuhan dalam menata kehidupan beragama manusia di dunia ini.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger