Ketika Kalangan Akademisi Tak Lagi Menulis

Kamis, 06 April 20170 komentar



sumber gambar: Duniakampus.net

Berawal dari apa yang dikatakan Dr. Alam dalam pemaparan terkait tulis menulis karya ilmiah bahwa kemajuan perguruan tinggi dilihat dari banyaknya akademisi yang aktif menulis. Kampus akan lebih hidup ketika para dosen dan mahasiswanya kreatif untuk menulis berbagai karya di bidangnya maupun dalam keahliannya. Ia menyampaikan bahwa menulis merupukan bentuk kemampuan sejauh mana bacaannya. Semakin bagus apa yang ia tulis maka semakin bagus bacaan yang ia baca.

Tulisan tak bisa dikalahkan oleh orang yang pandai berkata dengan lisan atau berorasi. Di zaman dahulu baik sejarah Islam maupun kerajaan semua terpatahkan oleh tulisan. Banyak kerajaan hancur oleh karena mereka putus menulis dan dengan sifat iri kepada penulis maka ia pun membunuh para penulis dan membakar karyanya. Kritik dan komentar rakyat yang dicetak selalu dibakar oleh para penguasa.

Di era yang tergandrung dengan teknologi, mengetik begitu mudah, menyimpan dan menerbitkan begitu bebas, tapi yang terjadi kemorosotan minat untuk menulis semakin tampak. Walaupun penulis-penulis yang tersisa masih ada mereka sudah memasuki masa sepuh yang tidak lama lagi akan menjadikan tulisannya sebagai warisan. Maka apa yang terjadi ketika di kalangan perguruan tinggi saja sudah malas menulis dan tidak mau melanjutkan warisan kepenulisan terdahulu?

Banyak kejadian memalukan yang kita lihat. Budaya copy paste yang sudah dianggap biasa tanpa melanggar hak cipta. Tradisi mencuri rangkaian tulisan orang lain yang kemudian diakui sebagai miliknya. Hal yang tidak sepele menjadi disepelekan. Semua inilah yang mengawali keruntuhan etika sosial manusia. Bukankah setiap akademisi punya potensi yang bisa diasah untuk jadi penulis. Mewariskan segudang ilmunya yang ia peroleh. Mengembangkan seribu pengetahuannya yang ia dapatkan. Kalau bukan dengan tulisan maka dengan apa?

Ketika tulisan tak lagi dibudayakan maka ilmu pengetahuan seakan berada di titik stagnan. Tak bergerak apalagi berkembang. Kecepatannya kalah dengan kecepatan teknologi. Tak menyadari bahwa teknologi adalah alat, bukan kebutuhan. Tak mampu menggunakan teknologi sebagai media untuk mempermudah hidup, tapi malah menjadikannya dirinya terhantui dan terkurung. Tak bisa bergerak dan melangkah lebih jauh. Oleh karena kesibukan waktunya untuk satu barang berupa teknologi.

Walaupun ada perkataan yang sempat terdengar kalau semua jadi penulis, terus siapa yang mau membaca. Tampaknya itu perlu dibalik kalau semua tidak menulis apa yang mau dibaca. Maka perguruan tinggi sebagai pengembang ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya selalu bisa mengembangkan kepenulisan, baik dari hasil riset maupun pengabdian. Termasuk kalangan guru besar, para dosen, dan mahasiswa. wallahu a’lam bisshowab


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger