Menjadi Manusia Pembelajar

Jumat, 17 Februari 20170 komentar




Menjadi Manusia Pembelajar - Allah menciptakan manusia tiada lain hanya untuk beribadah kepada-Nya. Penyataan ini diyakini bagi kita yang berkeyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang tiada duanya dan Muhammad utusan pembawa risalah-Nya. Konteks ibadah pun dalam realitanya terbagi menjadi dua meminjam bahasa Ahmad Musthofa Bisri (baca:gus mus) yaitu ibadah ritual dan ibadah sosial. Dalam bahasa Arab yang biasa diungkapkan oleh kebanyakan orang disebut ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdoh. Dalam kaidah Indonesia dikenal ibadah langsung dan tidak langsung. Bahasa akademik pun menyebutnya sebagai ibadah vertikal dan horizontal.

Dalam konteks beribadah inilah manusia tentu selalu membutuhkan yang namanya wawasan keilmuan. Untuk bisa beribadah dengan baik manusia harus memiliki bekal yang cukup. Bekal itu didasari oleh ilmu pengetahuan. Untuk mendapatkan keilmuan tersebut tentunya manusia akan terus mencari dan mencari sampai kemudian menemukannya. Saat yang satu ditemukan ternyata semakin menyadari ada banyak hal lain yang perlu dicari lagi. Setelah menemukan lagi semakin tidak puas dengan apa yang ditemukannya itu. Sehingga proses ini berlangsung sampai kemudian manusia berahir menjalani hidupnya di dunia.

Saya menyebutnya proses ini dengan manusia pembelajar. Tidak semua manusia yang menyadarinya untuk terus mencari dan menggali ilmu. Padahal hakikat keberadaan manusia tidak tahu apa-apa. Ketidak tahuan ini menjadi dorongan yang seharusnya dimiliki oleh manusia untuk membaca, mengaji, dan memikirkan baik yang bersifat teks keilmuan maupun konteks pengetahuan secara terus menerus.

Dalam kehidupan kita banyak kita jumpai, manusia berhenti belajar ketika sudah berada pada posisi pengajar. Sampai akhirnya akhir-akhir ini ada sebutan “jadilah guru pembelajar”.  Karena realita yang banyak para guru, dosen, kyai, da’i, dan penyampa-penyampai ilmu yang lain tidak mau membaca, mengolah, dan terus memperbarui pikirannya. Sehingga dampaknya apa yang beliau sampaikan dari tempat ke tempat, situasi ke situasi hanya berdiri dalam satu konteks. Dikatakan juga bahwa guru (penyampai ilmu) yang baik adalah guru yang suka mengintropeksi diri dan kemudian belajar dari kondisi yang ada dan mengembangkan wawasannya.

Ada kondisi yang lebih parah lagi bahwa manusia terkadang sudah merasa cukup dengan keilmuan yang dimiliki dan ia tidak mau untuk belajar lagi. Hal ini berefek besar karena bisa jadi ia mendoktrin dirinya sebagai orang paling benar. Ditambah lagi menganggap orang lain yang berbeda menjadi keliru dan salah. Dari kasus ini bisa kita sebut bahwa manusia dalam tipe ini belum belajar tentang hakikat kebenaran.

Dengan terus belajar perilaku seperti ini nantinya hilang dari sifat manusia. Karena sejatinya mencari ilmu Allah tidak cukup dalam waktu umur yang disediakan pada manusianya. Ilmu pengetahun tidak akan pernah kehabisan bahan. Teruslah belajar dan belajar. Agar tidak kesasar apalagi sampai bersifat kasar. Wallahu a’lam bisshowab.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger