Jejak Mahasiswa Bidikmisi UIN Maliki Malang dalam Pengembaraan Intelektual dan Spritual (PIS)

Senin, 30 Januari 20170 komentar



http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2017/01/jejak-mahasiswa-bidikimisi-uin-maliki.html


 Senin, 23 Januari 2017

Adzan subuh berkumandang pertanda aktifitas kehidupan manusia dimulai. Tak terkecuali saya yang mau berangkat dalam acara Pengembaraan Intelektual dan Spritual ke Bandung - Jakarta. Hari ini dalam jadwal yang disebar akan berangkat setelat-telatnya jam 06.30 WIB. Namun apalah daya, kita baru berangkat jam 08.00 WIB, dan ini menjadi pelanggaran pertama dari jadwal yang telah disusun dengan musyawarah para panitia. Jika tidak telat maka bukan kita.

Dalam rundown yang tertera pada plan A kunjungan ziaroh di makam gusdur menjadi kunjungan terahir, tapi rundown itu lagi-lagi dilanggar sehingga berbalik menjadi kunjungan pertama. Ada alasan dari sopir bus yang disetujui panitia. Akhirnya jam 10.45 WIB baru tiba di Kawasan makam presiden ke - 4 yang dikenal dengan nama akrab Gusdur. Di tempat ini pun kita banyak menghabiskan waktu dengan sia-sia, sampai akhirnya kita baru bisa berkumpul di Bus jam 11.15 WIB.

Setelah itu kita menuju Makam sunan Bonang, perjalanan kurang lebih 3-4 jam itu saya habiskan dengan tidur berbantal gelombang berselimut AC. Tiba-tiba dengan sekejap sudah masuk di kawasan makam Sunan Bonang, seorang sunan yang merupakan bagian dari sembilan wali yang menyebarkan Islam di pelosok Nusantara. Lokasi yang jauh dari parkir bus tempat peserta PIS turun menuju tempat peziaroh dapat menguras waktu dan tenaga, sehingga akhirnya kita pun menghabiskan waktu 2-3 jam di tempat ini. Jadwal yang tersusun rapi tercoreng hanya karena tidak ada kebijakan waktu yang tegas. Banyak waktu terbuang sia-sia. Tapi itu manusia, salah dan lupa bagian dari kehidupan.

Panitia juga tidak mungkin menginginkan waktu molor, destinasi berkurang, dan kenyamanan peseta tercoreng. Mereka menyiapkan segalanya jauh empat bulan sebelumnya. Belum lagi harus bersusah payah menghubungi para menteri dan tokoh-tokoh yang akan dikunjungi di Jakarta. Good job buat kalian relawan bidikmisi sang akademisi sejati. 

Jam 16.45 kita baru bisa berangkat. Lagi-lagi saya melanjutkan mimpi saya untuk menghilangkan bau bus yang tidak sedap. Perjalanan malam menuju Jakarta harus berhenti sejenak di rest area daerah Demak untuk sekedar sholat maghrib-isya dan makan. Di tempat ini panitian mulai bijak dengan penegasan waktu peserta harus ada di bus lagi. Dikarenakan sudah mengurangi dsetinasi ke masjid raya demak dan ziaroh disana. Semoga jadwal kunjungan berikutnya sesuai schedule dan harapan kita semua. Jam 23.30 kita pun melanjutkanan lagi. Bersambung......

Selasa, 24-Januari-2017

Suasana yang kurang menyejukkan hati ketika harus sholat subuh di tengah perjalanan yang melelahkan. Berhenti di sebuah tempat bernama rest area. Lokasi di jalan tol sebelum masuk Jakarta. Belum lagi fasilitas yang tersedia tidak seimbang dengan pengguna. Sebagian dari kami pun harus rela tubuh tidak terbasahi dengan segar. Namun prioritas sholat adalah nomer satu. Tepat jam 08.00 WIB kita pun sudah mulai melihat gedung-gedung bercakar langit. Dengan hiasan kabut hitam di sela-selanya, kabut polusi namanya yang akan membuat manusia frustasi bahkan mati. Tapi entahlah hal itu tidak bukan untuk dibahas dalam perjalanan ini.

Tujuan yang sudah diagendakan hari ini bisa berkunung ke kantor kementerian Pemuda dan Olahraga dan Majelis Ulama Indonesia dan berahir di Padepokan Ayaturrahmah. Schedule itu berjalan dengan harapan yang kita harapkan. Walaupun memang, kendaraan sebesar bus yang kita tumpangi tidak mungkin tidak terjebak macet. Sehingga kita pun memaklumi telat-telat dikit asalkan memikat banyak ilmu manfaat.

Pertemuan aundiensi di kementerian pemuda dan olahraga dapat bertatap muka langsung dengan Imam Nahrawi. Sehingga beliau dengan waktu 30 menit mengulas singkat tentang pengalaman hidup semasa kuliah dan 10 tahun menjabat DPR sampai akhirnya diangkat jadi seorang Menteri. Dan beliau juga memaparkan tentang Indahnya rahmat dan rahim Allah pada Indonesia. Paparan yang begitu menarik tentang indahnya Indonesia dari segala aspek membuat pertemuan itu semakin terinspirasi untuk cinta Indonesia.

Belum lagi kulinernya, belum lagi seninya, belum lagi pulaunya, belum lagi bahasanya, belum lagi sukunya, dan belum lagi-lagi yang lain. Beliau dengan lugas menyadarkan kami peserta PIS untuk bangkit berkarya sekecil apapun karya kita. Beliau berpesan di akhir paparannya lakukan apapun yang menguntungkan kita walaupun itu sangat sederhana yang penting halal.

Tidak terasa waktu 30 menit itu, kami pun harus bertanya lewat hati yang tertuang dalam kertas. Semoga pertanyaan itu tidak sekedar jadi sampah di rumah beliau. Namun setelah itu sambil menunggu moment foto bersama beliau, kami diisi oleh bagian pengembangan pemuda tentang "jiwa pemuda yang harus jauh dari narkotika dan giat membaca, lebih-lebih membaca alqura'an". Ulasan ini walaupun sedikit membuat kami mengantuk, namun pesan moril dan moralnya tetap teringat bahwa alquran adalah obat intelektual yang paling ampuh memberantas kebodohan. Jam 11.30 WIB kami pun harus meninggalkan gedung seorang Menteri dari Madura itu.

Rencana kedua kami safari to Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kurang lebih perjalanan satu jam kami tiba di lokasi. Kami disambut dengan sopan oleh tugas dengan menerima pesan "tidak boleh langsung ke ruangan dikarenakan ada rapat pengurus". Selama hampir dua jam kami berkeliaran menunggu panggilan untuk berdiskusi dengan pakar dan ulama Indonesia. Jam 14.00 dalam keadaan perut kenyang kita pun duduk melingkar di meja rapat ulama, zuama, dan cendikian muslim. Haha kita sedikit bergaya ulama disini. Semoga dengan sedikit gaya ini kami bisa menjadi ulama yang intelektual dan intelektual yang ulama sebagaimana misi UIN Maliki Malang.

Di ruangan ini kami diberi kesempatan tiga pertanyaan untuk mengawali diskusi yang akan berahir pada adzan asar. Suara tanya pertama dari ketum KBMB saudara fikri tentang agama dan negara, yang kedua dari penulis tentang pluralitas bangsa, dan yang ketiga dari ira khoiriyah tentang kepemimpinan muslim koruptor dan non muslim yang tidak koruptor. Tiga pertanyaan menjadi bahasan utama ruangan itu yang dimoderatori oleh Pak Padil selaku perwakilan dosen pendamping kita.

Diskusi yang meluruskan akan faham terhadap kedudukan MUI yang sebenarnya dipertegas langsung oleh dua cendekian yang saya lupa namanya. Beliau berasal dari dua ormas besar Indonesia Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Ulasan dari keduanya terangkum dalam kalimat "jadilah muslim yang faham akan himayah wa ria'yatul ummah".

Mungkin para peserta sudah tidak asing lagi dengan kalimat diatas. Adzan asar pun pertanda acara diskusi itu berahir dan dilanjut foto bersama dua pemateri. Tepat jam 15.30 WIB kita keluar ruangan itu. Dan menuju masjid di sebuah gang belakang gedung itu. Selama kurang lebih satu jam, baru kita bisa rampung dalam deretan kursi hijau di bus berwarna orange. Dan saatnya kita goes to padepokan ayaturrahmah.

Perjalanan berlika liku dengan jalan suasana macetnya jakarta sudah biasa kita jalani. Dan akhirnya kita tiba di padepokan jam 20.30 WIB. Kita pun disambut dengan hidangan menu nasi yang terbungkus dengan daun pisang dan sayur yang aroma kampung. Perutpun kenyang, kita siap-siap menjamak sholat dan kemudian kita mengukir mimpi di padepokan alquran. Kita ketemu besok lagi....

Rabu, 25 Januari 2017

Kesejukan dan keheningan dengan angin sepoi beraroma dedaunan yang sedang bertasbih di lingkungan Padepokan Ayaturrahmah membuat kami terbangun dengan segar. Kami pun langsung bergegas menuju sumber air untuk menyucikan diri dalam barisan subuh berjamaah. Dipimpin langsung oleh pengasuh subuhpun terasa khusuk dan khidmat. Tanpa bergegas dari barisan sajadah tempat kita sholat, dilanjutkan dengan kuliah satu bersma Ustadzah Lilik istri dari sang pengasuh padepokan. Dengan tema "toleransi dalam perspektif Al-quran". Beliau sang ustadzah memberikan maui'dhohnya dimulai dari suguhan cerita humor pengalamannya bersama gusdur.

Gus dur baginya bukan hanya sosok ulama, melainkan bapak toleransi. Sebagai alumni UIN sunan kalijaga Yogyakarta beliau faham dan pakar di bidang sejarah hermeneutik. dengan tema "toleransi dalam perspektif Al-quran". Beliau sang ustadzah memberikan maui'dhohnya dimulai dari suguhan cerita humor pengalamannya bersama gusdur. Gus dur baginya bukan hanya sosok ulama, melainkan bapak toleransi. Beliau mengenal dekat dengan beliau lewat pertemuan pribadi dengannya ataupun lewat cerita sang suami. Sebagai alumni UIN sunan kalijaga Yogyakarta beliau faham dan pakar di bidang sejarah hermeneutik.

Untuk mengkaji sebuah teks al-quran perlu digaris besarkan mengenai sejarah akan kalimat yang digunakan Allah. Dengan cermat dan penuh kehati-hatian, beliau memaparkan empat potongan ayat yang mengandung makna toleransi. Diantaranya "innaddina i'ndallahi islam", "laa ikrahafiddin", "wamaa arsalnaka illa rohmatallila'lamiin", "wa mayyabtaghi ghoirol islamidina". Empat potongan ayat ini dikorelasikan dengan contoh yang beliau dapatkan dari kehidupan gusdur dan pengalaman beliau sendiri.

Beliau tidak hanya mengasuh santri hafidz-hafidzah, tapi juga mengasuh makhluk yang lain yaitu hewan dan tumbuhan. Termasuk yang menjadi riuh tawa teman-teman ternyata nyamuk yang menggigit kita semalem termasuk peliharaan beliau yang sudah sekian tahun hidup di rumahnya. Pemaparan lugas dan humoris itu ditutup dengan empat kesimpulan, perbanyaklah bergaul dengan siapapun tanpa memandag suku, ras, dan agama. Hargailah manusia sebgaimana sifat kemanusiaan kita. Jagalah lingkungan tempat hidup kita sebagai media mencintai mahluk Allah. Tanamkan diri kita untuk selalu bermanfaat bagi lingkungan dan alam semesta.

Hidangan pagi sudah tertata rapi di meja makan, pertanda kita dipesilahkan breakfast dulu. Satu persatu mulai antri mengambil hidangan yang tersedia. Dalam waktu singkat perutpun terasa kenyang. Tepat pukul 07.00 kita pun rampung menuju bus untuk melanjutkan pengembaraan ke wahid institut. Dengan waktu kurang lebih dua jam akhirnya kita tiba di lokasi rumah tua bernama the wahid institud. Sebuah rumah bersejarah mulai dari perjuangan KH. Wahid Hasyim dan KH. Abdurrahman Wahid. Disambut dengan senyum sumringah dan kue-kue untuk ganjel perut.

Diskusi tentang kupasan radikalisme dipaparkan langsung oleh tiga narasumber yang mewakili Wahid Fundation. Dalam dialog interaktif kali ini pemateri dan audien sama-sama aktif. Karena tema yang diangkat terkait isu-isu radikalisme terkini di negeri kita Indonesia. Ribuan kasus dari sabang sampai merauke yang menyangkut kemanusian menjadi data survey yang dipaparkan. Survey yang dikalkulasi berdasarkan respon-respon muslim tehadap gerakan yang tersebar di Indonesia. Dalam pertemuan ini peserta PIS mendapat khazanah baru dari rumah toleransi itu berupa game Negeri Kompak. Kita dikarangtina untuk terlibat dalam game negeri kompak yang terisnpirasi dari ular tangga dan monopoli. Kita pun bermain dalam kelompok yang terdiri dari lima anggota.

Dalam pertemuan ini peserta PIS mendapat khazanah baru dari rumah toleransi itu berupa game Negeri Kompak. Kita dikarangtina untuk terlibat dalam game negeri kompak yang terisnpirasi dari ular tangga dan monopoli. Kita pun bermain dalam kelompok yang terdiri dari lima anggota. Game ini memberikan nilai positif untuk ikhtiar mempererat toleransi di negeri bersemboyan bhinnika tunggal ika ini. Tak terasa waktu menunjukkan 13.00 WIB, dan dengan segera kita harus menghadap Allah dalam barisan singkat dzuhur-asar. Karena jarak yang tidak terlalu panjang dengan masjid dalam waktu 10 menit kita bisa sampai masjid dengan jalan kaki. Dengan waktu 15 menit, kita pun bisa rampung untuk menuju ke Kemensos.

Berhubung situasi jalan raya yang sudah menjadi realita jakarta, walaupu jarak yang tidak jauh dari Wahid Institut dan Kemensos kita menghabiskan waktu sampai 20 menit. Sehingga kita tiba di lokasi tepat pukul 13.45 WIB. Tanpa basa basi mengambil jalan pasti kita langsung disambut dan diantar ke ruang meeting pejabat. Dengan sejenak isi nama dan nomor HP untuk mendapatkan dua kotak penghargaan pada kita berupa kue dan nasi.

Alhamdulillah barokah gratisan makan dari sang pengembara. Menunggu pejabat dalam sebuah acara menjadi adat di negeri berlandaskan pancasila ini. Itu pun kalau yang ditunggu bisa datang. Seperti di kemensos kali ini sang pemangku jabatan menteri sosial Khofifah Indar Parawangsa tidak bisa berdiskusi dengan kita dikarenakan ada rapat dengan wakil kita di gedung sebelah. Ya tidak apalah, semoga pertemuan beliau demi kesejahteraan sosial kita. Dialogpun tetap berjalan dan diisi oleh para staf dari Kemensos dengan poin-poin kajian yang intinya program-program kemensos yang sudah berjalan dan program yang direncanakan dalam lima tahun ke depan. Catatan bloknote di gedung yang bersebelahan dengan perpusnas ini tidak sebanyak diskusi di tempat lain, dengan alasan waktu untuk ikut serta di dalam acara live matanajwa di metro tv.

Terlambat yang sangat memalukan kita pun sabar dalam kecepatan 0 s.d 10km/jam. Namun inti dari ulasan dua pemateri tertuju pada problematika kemiskinan dan penanganan korban bencana yang terjadi di negeri ini. Sebagai kementerian yang menaungi problema sosial tentu tidak mudah mengemban amanah dan tanggung jawab terhadap bangsa yang penduduknya terbesar ke empat di dunia. Diskusi ini berahir pada pukul 15.00 WIB. Dengan kilat kita sudah duduk rapi di kursi dingin dalam bus.

Jakarta tanpa macet bukan jakarta namanya. Perjalanan menuju studio metrotv mebuang waktu lama. Sehingga keterlambatan sampai dua jam dari jadwal yang disusun panitia. Dengan wajah terburu-buru kita tiba di metrotv jam 19.30 atau 30 menit sebelum live matanajwa. Dengan konsekuensi ini kita harus gunakan jurus siapa cepat akan dapat tempat. Tamu dalam acara matanajwa kali ini kebetulan seorang mantan menteri pendidikan dan kebudayaan dan sebagai calon nomor tiga pada pilkada Jakarta. Suara studio yang gemuruh dengan semangat tepuk tangannya membuat antusiasme mahasiswa untuk menyimak dengan seksama. Cerita yang tertuang dalam bingkai matanajwa ini bisa pembaca ikuti tayangan ulangnya di metro tv hari ahad siang. Atau bisa tonton di youtube.com.

Kita pun bergegas balik ke Bus ketika tepuk tangan terahir berlangsung pada jam 23.00 yang menandakan acara itu berahir. Safari berikutnya menuju pondok pesantren as-tsaqofa yang dirintis oleh Kyai Aqiel Sirodj. Untuk numpang penginapan dan tafa'ul dalam bahasa kang fikri selaku ketum KBMB. Jam 00.00 kita tiba dengan wajah lelah, payah, dan gelisah. Akhirnya kita disegarkan dengan dua sholat yang masih harus dijamak yaitu maghrib dan isya. Setelah itu... Kita lanjut di episode besok....
Kamis, 26 Januari 2017

Pagi yang cerah, dengan nuansa pondok peradaban yang dirintis oleh sang ketua umum PBNU membawa energi pagi gembira bagi kita peserta PIS 2017. Cahaya subuh itu mengingatkan kami yang pernah nyantri akan sebuah perdamaian batin. Lantunan adzan subuh membuat kami bangkit menuju barisan kemenangan dari melawan rasa malas. Di sebuah pondok yang tidak hanya berkutat dengan kitab kuning, melainkan ikut andil dalam perkembangan dunia. Kami dibina dalam diskusi berdurasi kurang lebih tiga jam dari pukul 07.00 s.d 09.30 WIB. Diskusi itu bertemakan "peran santri dalam mempererat toleransi keindonesiaan".

Dua pemateri yang berwawasan Ahlussunnah wal jamaah mewakili kehadiran Kyai Aqiel Siradj. Keluwesan pemikirannya disampaikan dengan lugas dan humoris. Kami pun menyimak bersama siswa siswi yang sudah menginjak kelas XII dengan nuansa aktif dan kondusif di Lantai dua Masjid As-staqofah. Diskusi yang cukup membuat hati sadar akan pentingnya peran santri dalam kemajuan bangsa. Sebuah sejarah santri yang begitu mengikat terhadap bangsa diambil dari cerita-cerita perjuangan Kyai Hasyim Asy-a'ri beserta sang anak Wahid Hasyim dan sang cucu Abdurrahman Wahid. Tidak cuma itu, beliau mengulas juga santri-santri di seluruh penjuru Indonesia.

Sebagai materi beraliansi Nahdatul Ulama tentu materi-materi toleransinya tidak lepas dari contoh-contoh gagasan pendiri-pendiri bangsa yang berasal dari NU. Sebuah kalimat yang memikat hati berbunyi "Indonesia ini dibangun di atas dasar negara pancasila yang dimusyawarhkan dari para santri yang faham betul dengan kitab kuning". Sehingga peran santri dalam kemajuan bangsa ini dapat terlihat dari "bun-yanul aqli" atau daya nalar yang berdasarkan kitab kuning.

Diskusi itu berkesimpulan bahwa santri punya kekuatan dan daya nalar untuk membangun bangsa ini dari pemahaman teks dan konteks keindonesiaan berdasarkan kitab kitab ulama. Jam dingding sudah menunjukkan pukul 09.45 pertanda kita harus bersiap-siap mengemas baju untuk melanjutkan tour ke Ragunan Zoo. Tak semangat rasanya jika tak mencicipi hidangan pagi dalam bingkisan kotak berisikan nasi dan ayam ala pondok pesantren yang ngetren itu. dalam waktu 15 menit Perut pun kenyang hati pun senang. Saatnya kita nadzhab ila kebun binatang bernamakan ragunan zoo. Dalam jarak dekat dengan waktu singkat kita pun tiba dengan cepat tepat pukul 10.30 Wib.

Durasi dengan batas waktu sampai pukul 14.00 Wib membuat kami lelah berkeliling menyapa aneka ragam binatang. Di tempat ini kita diberi kebebasan safari sesuka hati tanpa rute pasti dari panitia, yang penting kita foto bareng dulu. Menikmati tempat ini dapat membuat pikiran hidup dan bangkit untuk berfikir akan indahnya beragam ciptaan Allah SWT. Ternyata dari saking asyiknya menikmati binatang-binatang yang terbentang luas di kebun membuat kita lupa akan batas waktu yang ditargetkan sebelumnya.

Kita pun harus menerima kenyataan untuk kembali bermasalah dengan pihak bus. Bukan karena soal terlambat tapi ada miskomunikasi antara perusahaan travel bus dan sopir. Itu terjadi tanpa kita duga sama sekali. Yang awalnya kita rencanakan ke Monas. Akhirnya harus gagal dengan keputusan panitia dalam rapat singkat bersama para peserta. Sebuah tragedi yang mungkin itu sebuah permainan perusahaan atau permainan sopir yang diantara keduanya tidak mendapat kerugian. Tentu kekecewaan peserta pasti ada dalam dirinya yang harus gagal foto di sebuah Monumen Nasional.

Seakan kekecewaan itu tak bisa diobati dalam sekejap, apalagi bagi penulis sendiri tanpa ke Monas maka saya belum ke Jakarta. Apalagi pemula ke Jakarta tentu menginginkan foto di depan Mnumen Negara kebanggaannya yang hanya ada di Jakarta itu. Tapi apa boleh buat, kita tidak pernah tahu bahwa apa yang kita rencanakan selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hanya bisa mengelus dada berusaha ikhlas dan sabar atas keputusan yang tidak sesuai rencana ini. Kita pun dengan wajah tak seperti biasa harus menuju ke penginapan di Ponpes Darut Tauhid. Sebuah Ponpes di bawah naungan da'i terkenal dengan panggilan akrabnya AaGim.

Tiba pukul 20.30 WIB langsung melihat nuansa pesantren harapan umat yang kebetulan berbarengan dengan acara masyarakat yaitu nanti dan subuh berjamaah. Di lantai dua Masjid kami pun bersatu dengan tamu-tamu yang lain dalam satu acara i'tikaf sampai tahajjud tiba. Para penerima tamu dengan penuh tanggung jawab selalu mengingatkan tamu-tamu untuk menjaga segala barang berharganya. Demi sebuah keamanan dan kenyamanan. Kita pun melayang dalam deretan mimpi berselimut hamparan sajalah lembut. Goes to dream.... Sampai ketemu besok episode berikutnya..

Jumat, 27 Januari 2017

Masjid itu tak lagi berantakan dengan deretan tidur tak karuan. Suara merdu sang Imam sholat tahajjud membangunkan raga dan jiwa kami untuk bergegas memercikkan tetesan wudhu. Dengan tanpa basa basi kita langsung terobsesi untuk mengikuti barisan sholat malam itu. Lantunan ayat yang dibaca sang pemimpin jamaah terangkai dengan nada merdu dan dan khidmat. Membuat hati nikmat dan penuh tobat. Mengingat hati yang dekat dengan maksiat dan jauh dari hidayah. Astaghfirullah hati ini bergetar dengan sendirinya, mengingat dosa yang berjuta-juta. Sholat itu berakhir dengan doa yang dipimpin dari AaGim.

Nada istighfar yang membuat hati tentram dan mata bercucuran air kesedihan. Kita pun ngaji bersama menuju mahligai subuh berjamaah. Suasana subuh yang syahdu diisi dengan tausiah bertemakan "khoirukum anfau'kum lintas". Yang mengulas tuntas untuk menjadi manusia berkualitas dihadapan manusia dan Allah. Beliau memaparkan bagaimana egois jauh dari aktifitas kita. Dengan cara kita berbuat baik dan terus berbuat baik untuk sesama. Beliau mengulas dakwaannya dengan ulasan ceritanya lewat pedagang jeruk dan pembeli. Yang inti dari ceritanya terdapat tiga tipe pembeli.

Pertama, pembeli menawar dibawah harga, kedua pembeli menawar dengan harga yang pas, dan yang ketiga membeli tanpa menawar melainkan membayar diatas harga. Tiga hal ini yang menjadi topik bahasan dalam tausiah pagi itu. Disamping menyampaikan dari tiga hal itu, beliau juga menyampaikan akan macam macam kecerdasan manusia yang tak bertumpu pada kecerdasan akademik saja. Melainkan manusia punya banyak kecerdasan, yang diantaranya kecerdasan akademik, sosial, entrepreneur, spritual. Ulasan demi ulasan terangkai dengan santai sehingga dapat membuat jamaah rileks dan enjoy.

Ceramah pagi itu berhari pada jam 06.00 WIB. Dan ditutup oleh seorang ustadz yang melanjutkan dengan tanda tanda kegelisahan manusia. Sesaat setelah ceramah pagi kami pun melangkahkan kaki menuju parkir bus yang tak jauh dari lokasi. Kami dengan cepat harus tiba di Institut Teknologi Bandung untuk berdiskusi tentang keorganisasian. Di ITB kita mulai diskusi pada jam 10.00 WIB. Sambutan antusiasme dari Forum Mahasiswa Bidikmisi ITB membuat hati ini serasa diapresiasi.

Tanya jawab antara kita menambah wawasan tentang manajeman organisasi seperti halnya keungan di organisasi dan program kerja organisasi. Dialog interaktif ini juga memberikan pengalaman menarik bagi kita maupun mahasiswa ITB untuk terus aktif berpartisipasi mengabdi kepada negara. Karena hakikat uang beasiswa kita adalah buah tangan negara. Tanpa berlama lama sharing keorganisasian kita pun melanjutkan foto bersama berbackgrun gedung kembar. Jerpat jepretan pun dengan satu gumpalan semangat.

After that, kita cus ke bus dan menikmati nasi bungkus untuk menyiapkan tenaga ilmiah di balai kota nanti. Di hari jumat ini, kita disuruh berniat untuk sholat dzuhur diJama ta'khir dengan asar. Karena perjalanan selanjutnya kita gores to balai kota. Tapi sebelum jam 14.00 WIB kita ada kesempatan untuk bebas memanfaatkan waktu dengan sesuka diri. Ada yang ke masjid untuk ikut sholat jumat, ada yang berfoto ria di berbagai sudut kota bandung, dan ada yang sebagai menikmati diamnya bus di prakiraan. Batas waktu jam yang sudah ditentukan tadi terlaksana dengan disiplin.

Kitapun sudah di bus lagi untuk menuju bangku kehormatan sang walikota bandung yang biasa dipanggil kan emil. Sejenak di bus, tiba tiba kita sudah masuk parkir kawasan taman balaikota. Satpam mengantarkan kita menuju istana walikota sang ibukota jawa barat. Dengan rapi kita duduk dengan formasi oval. Sambutan manis sang mc dan senyum sang pengantar minum teh tanpa rasa membuat hati berkata "alhamdulillah". Lagi lagi seorang pemimpin tertinggi di Bandung itu tidak bisa bergabung dalam barisan oval kita.

Tapi selembar kertas yang beliau tulisan dibacakan oleh stafnya untuk didiskusikan bersama staf-staf yang lain. Kami menyimak dengan aura senyum tanpa dosa, walaupun tehnya tak punya rasa. Dua lagu terpadu oleh kita antara Lagu Indonesia Raya dan mars Bidik misi mengawali diskusi toleransi dan harmonisasi berbangsa dan bernegara. Suguhan rasa hormat dan penyampaian singkat membuat hati terpikat untuk berdebat. Tiga pertanyaan dari kita membuat ruangan itu penuh makna dan langka untuk ada lagi. Jawaban dari berbagai staf menjadi catatan penutup materi toleransi keindonesian dari serangkaian acara Intelektual.

Dalam bahasa singkatnya kang emil berpesan kepada kita untuk menjadikan toleransi sebagai pondasi utama dalam berbangsa dan bernegara, kita juga diberi pesan dalam tulisannya untuk aktif membangun negeri dari segala bidang kehidupan. Diskusi pun selesai. Saatnya kita lanjut istirahat di sekitar lapangan gazebo tepat depan gedung sate. Di tempat ini seakan waktu terbuang tanpa manfaat apapun.

Tiga jam hanya berjalan kesana dan kesini, hanya jepretan foto berbackground gedung pemerintahan provinsi jawa barat. Setelah itu pun berkumpul lagi ke bus untuk safari terahir ke rumah ketum KBMB untuk acara silaturrahmi. Perjalanan dengan waktu yang sangat lama akhirnya kita pun tiba pada pukul 03.00 WIB. Nuansa pesantren kampung mengajak kita untuk bersama merindukan kedamaian ala kampung. Sebentar lagi subuh akan tiba... Next di episode terahir...

Sabtu, 28 Januari 2017

Nuansa subuh kali ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Suasana tubuh yang remuk habis bermalam di bus malam membuat seakan hati rapuh dan lumpuh. Tapi sholat subuh di masjid bersama masyarakat dan santri membuat binar mata kembali bersinar layaknya fajar di Ciamis. Sebuah kampung bernuansa kolam ikan mujair dan teman-teman menghiasi keliling masjid. Bukan lagi suara kongkok ayam yang terdengar, tapi gemircik ikan berenang.

Di tempat penginapan yang sekejap ini, kita bisa lebih santai sambil menikmati camilan khas Ciamis yang disuguhkan oleh Fikri sekeluarga. Mereka begitu terlihat senang kedatangan kita, dan tanpa rasa sungkan dan plin plan kita pun pelan-pelan menelan makanan ringan itu. Satu persatu mulai habis. Jam 07.00 WIB kita bersama-sama diajak sang pengasuh untuk berziarah di makam pendiri pondok itu. Harapan sang generasi semoga rintisan pondok yang sudah berdiri bertahun-tahun bisa menjadikan lulusan Insan kamilan.

Berkurang rasanya jika nuansa silaturrahmi ini tidak berkomunikasi lewat tabuhan gendang para santri. Para santri yang rata-rata masih tingkat tsawiyah itu sangat lihai memainkan alat-alat musik marawis. Terdengar dendang dan rindang diiringi sholawat oleh dua vokalis. Setelah itu salah satu santri memandu jalannya acara untuk saling sambut menyambut. Kita diwakili oleh salah seorang mahasiswi untuk mengenalkan kampus Ulul albab. Dari pihak pesantren diwakili oleh generasi pengasuh ke tiga di pondok mifathul Ulum.

Acara yang ditutup dengan pemberian cinderamata itu, membuat kita seakan meninggalkan manis. Manis tutur katanya, logis bicaranya, dan humoris nuansanya. Muwajjahah di ruangan dengan tabir yang memisahkan perempuan dan laki-laki membuat hati tenang dan perasaan senang. Setelah acara itu berakhir, kami pun disuguhkan makanan untuk makan bersama-sama. Ikan tawar khas kolam dipinggiran rumah menjadi santapan sebagai ganjalan perut. Perut mulai kembung dan nyambung untuk melanjutkan pulang ke malang. semula ingin ke pantai pengandaran, tapi waktu dan jarak tak memberi kesempatan untuk ke sana.

Akhirnya dengan jalan lain yang diberikan sopir dan panitia kita pun melanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta. Malioboro namanya, dinamika sejarah yang erat dengan bangunan klasik membuat kita asyik nongkrong dan belanja. Dalam batas waktu jam 00.00 WIB kita pun menelatkan diri tapi akhirnya kita rampung pada pukul 01.00 WIB.

Dengan cek dan ricek member of PIS panitia pun harus memastikan anggota dinyatakan lengkap. Dalam barisan doa singkat di hati peserta PIS 2017 dan dengan berucap basmalah kita tancap gas menuju kota Malang. Goodbye Jogja, goodbye Malioboro, dan goodbye kenangan PIS 2017.

Selamat malam. Sampai ketemu di kemudian hari.



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger