Kebebasan Manusia Perspektif Schopenhauer

Minggu, 04 Desember 20160 komentar



http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/12/kebebasan-manusia-perspektif.html


Hidup adalah Kecemasan dan Penderitaan”, demikianlah gambaran yang penulis tangkap dari premis pemikiran Schopenhauer, seorang filsuf barat yang lahir di kota Danzig, Jerman 22/01/1788 lalu. Beliau adalah salah satu filsuf yang mampu menghadirkan pengalaman hidup nya sendiri dalam bentangan filsafat. Schopenhauer berusaha memotret pesimisme keadaan manusia yang secara kodrati penuh penderitaan dan kecemasan.

Manusia dilihat oleh Schopenhauer memiliki watak esensial yang tidak pernah tenang, stress dan tidak pernah puas. Manusia penuh dengan harapan, keinginan, kecemasan dan kekhawatiran hidup. Manusia berusaha untuk memuaskan keinginan hasratnya, tetapi tetap saja merasa kosong, hampa dan menderita. Manusia senantiasa selalu resah, mengalami kekecewaan, sakit, menderita yang tak kunjung usai malah berujung dengan tragedi kematian.

Dalam gagasannya, ia melihat ternyata masalah penderitaan dan kekecawaan keliatannya sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Ia adalah kodrati dan inheren dalam jiwa manusia, untuk menghindari berbagai kecemasan hidup dan penderitaan, kemudian manusia berusaha dengan cara memburu mengumpulkan berbagai simbol-simbol kebahagiaan, uang yang banyak, isteri atau suami yang “cantik”, rumah didekorasi seperti istana dan aneka akesoris lainnya, tapi ayal dikata disaat hal tersebut menjadi miliknya, sang “hasrat” terus meminta dan meminta lebih dari sekedar yang dimilikinya hari ini, sehingga sebelum dia memperoleh ketenangan dalam kebahagian sebenarnya, sang ajal relah menjemput duluan.

Dari situasi demikian kemudian mengajak manusia untuk merenung dan mulai berfilsafat untuk mendapatkan sebuah jawaban dari pertanyaan: bagaimana supaya hidup ini selalu bahagia dan tak terhindar daripenderitaan? Dasar pemikiran Scopenhauer dituangkan dalam dalam karya utamanya: Die Welt Wille und Vorstellung (Dunia sebagai kehendak dan gambaran).

Menurut beliau Dunia adalah gambaran, itulah satu-satunya kebenaran a priori yang kita miliki. Kita memiliki gambaran tentang dunia dan kita hanya mengenal dunia seturut gambaran yang sudah terbentuk itu. Sebuah benda an sich tidak dapat kita kenal. Yang dapat kita kenal adalah benda dalam gambaran mental atau penampilannya kepada kita.

Dalam filsafatnya Schopenhauer dunia dibalik penampakan (Noumena) itu disebut sebagai dunia kehendak (will) dan realitas dalam gambaran mental kita tentang suatu objek disebut sebagai representasi. Lebih lanjut, ia mengungkapkan untuk dapat masuk dan mengenal dunia kehendak (will), kita tidak menemukan jalan dari luar melalui pencerapan inderawi dan rasio.

Dari luar, kita tidak menemukan pintu untuk masuk ke dalam rumah dunia ini (will/noumena/ kehendak). Yang ada hanya satu pintu dan pintu itu ada dalam diri kita sendiri yaitu kehendak itu sendiri. Maka, Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang lahir dari kehendak itu sendiri. Bagi Schopenhauer kebenaran tidak lahir dari hasil objektifikasi kesadaran yang bersumber dari inderawi dan atau rasio melainkan ia datang dari lapisan yang lebih mendalam lagi.

Kebenaran memahami realitas yang kita yakini sekarang menurut beliau bukanlah kebenaran itu sendiri, melainkan hanyalah gambaran mental (representasi) hasil olah kesadaran yang bersifat nisbi, akhir kata dalam pemikirannya ia menutup rapat-rapat pencarian kebenaran yang bersumber dari pintu inderawi dan rasio manusia.

Makanya, Schopenhauer melihat kehidupan dunia ini sebagai penderitaan dan kita tidak akan pernah menemukan pemenuhan dan pemuasan semua dorongan dan keinginan hasrat dan nafsu kita. Kalau demikian, sumber penderitaan adalah diri kita sendiri. manusia selamanya akan menjadi budak dari berbagai macam “hasrat dan nafsu” yang selalu meminta manusia untuk memenuhinya. Akhirnya manusia akan selalu merasa tidak puas, munculnya keinginan yang satu sesudah pemuasan yang lain. Sebuah penderitaan muncul setelah penderitaan yang lain diatasi. Penderitaan itu adalah realitas yang biasa di dunia, sedangkan kebahagiaan hanyalah sebuah negativitas, yakni ketiadaan dari penderitaan.

Nampaknya pemikiran Schopenhauer di atas mirip dengan cara berpikir Budhisme. Budhisme memiliki pemahaman bahwa penderitaan adalah bagian dari eksistensi manusia. Inilah hasil refleksi Siddharta Gautama, ketika ia pertama kali ke luar dari pintu gerbang timur istana disaksikannya laki-laki tua; kemudian dilihatnya orang sakit di pintu gerbang selatan; di pintu gerbang bagian barat dilihatnya orang mati dan akhirnya di pintu gerbang utama ia melihat seorang religius lewat. Empat pertemuan inilah, mengubah hidup Siddharta Gautama sehingga ia meninggalkan istananya dan menempuh hidup spiritual.

Konsep Kebebasan dari Penderitaan Schopenhauer semakin terlihat sebagai adaptasi dari pemikiran sang budha ketika ia mengulang-ulang pernyataan bahwa untuk bebas dari penderitaan, manusia harus melepaskan kehendaknya sendiri. Dengan demikian, manusia dapat menemukan ketenangan sehingga ia mengalami pembebasan, inilah apa yang disebut dalam tradisi budha sebagai jalan moksha atau nirwana, menyatu dengan alam semesta bagaikan setetes air yang menyatu dengan samudera dalam ketiadaan.

Adakah jalan keluar dari lembah penderitaan ini? Schopenhauer mengatakan bahwa pengetahuan bukanlah jalan keluar yang tepat, sebab semakin tinggi derajat sebuah mahluk yang ditandai kesanggupan pengetahuan, semakin besar pula kesanggupannya untuk menderita. Pada tahap ini, menurut Schopenhauer ada tiga jalan agar manusia mendapatkan kebahagian dan terlepas dari kungkungan penderitaan dan kecemasan.

Pertama, Kontemplasi Estetis. Menurut Schopenhauer, untuk bebas dari penderitaan harus dengan cara kontempelasi estetik atau dengan mengkotempelasikan karya-karya seni. Bagi Schopenhauer dengan mengkontempelasikan karya seni akan memampukan manusia lepas dari penderitaan, sebab dengan mengkontempelasikan karya seni dapat membuka idea-idea abadi yang terjelma dalam karya seni itu. Di sini Schopenhauer dipengaruhi filsafat Yunani tentang theoria yang dipengaruhi pemikiran Aristoteles dan Plato.

Menurut Schopenhauer bentuk seni yang memiliki nilai estetik tertinggi adalah musik dan yang nilai estetik terendah adalah arsitektur. Arsitektur dianggap memiliki nilai estetik paling rendah karena dianggap yang paling dekat dengan pemujaan terhadap kehendak hasrat dan nafsu.

Seorang manusia yang sedang berkontemplasi dalam seni akan mengalami suka cita yang mendalam dan terhindar dari budak kehendak tetapi sayangnya kontemplasi estetik ini bersifat temporer dalam memberikan cita rasa kebahagiaan, misalnya orang yang mendengarkan karya seni berupa musik, ia akan menikmati dan sejenak mendapatkan kebahagian tetapi dikala musik itu terhenti maka ia akan digulung kembali oleh kehendak dan keinginan hasrat-hasrat itu. Maka menurut dia, kontemplasi estetik bukanlah sarana final untuk menghindarkan dan melepaskan diri dari berbagai kehendak dan keinginan.

Kedua, Jalan Etis. Yaitu jalan etika menuju pembebasan dari kehendak. Pelepasan yang langgeng adalah pelepasan yang dapat diperoleh lewat jalan etis. Untuk melepaskan diri dari kungkungan kehendak yang bersifat egois, maka satu-satunya jalan adalah memupuk sikap -empati- dan berbelas kasihan kepada orang lain. Sikap empati dan belas-kasih merupakan sarana utama dan paling ampuh untuk membebaskan diri dari penderitaan. Ia tanpa sungkan berkata : “The Fundamental Characteristic of ethics is Compassion”. Ia adalah dasar dari segala moralitas. 

Bagi Schopenhauer sikap belas-kasih kepada sesama manusia, akan menembus selubung Sang Maya, kefanaan sampai manusia itu menemukan realitas yang sebenarnya atau realitas noumenal. Jika manusia itu sampai pada realitas noumenal, maka secara total manusia bebas dari penderitaan. Individualitas manusia akan menyatu dan kembali ke kehendak alam semesta, seperti setetes air menyatu dalam air samudra tanpa jejak. Manusia dianggap tidak bermoral ketika ia bersikap acuh terhadap penderitaan orang lain apalagi memperparahnya, sebaliknya ia dianggap memiliki moral yang tinggi manakala ia berusaha berempati dan merasakan penderitaan mereka dan mencoba untuk membantu penderitaan yang mereka rasakan. 

Disaat seperti itulah kehidupan ia bersatu dengan kehendak ideal yang bersifat universal. Lagi-lagi ia menjelaskan tindakan etis seperti itupun tidak dapat membendung secara total watak penderitaan yang dimiliki manusia, ia harus naik kepada tingkatan akhir pelepasan kehendak dengan melakukan pendakian asketik. 

Ketiga, Jalan Asketisme. Jalan ini menurut beliau merupakan tahap puncak dari pelepasan kehendak dengan melakukan perjalanan asketik yang ia contoh dan alamatkan kepada sang “budha” orang suci yang melakukan pendakian spiritual. Dia menolak semua institusi agama yang masih tercebur dalam urusan dunia dan segala kepentingannya.

Dunia asketis mensyaratkan apa yang disebut sebagai suatu proses “nullifying of life”. (peniadaan kehendak hidup) dengan metode bertapa, semedhi seperti yang tercermin dalam kehidupan sang “Budha”. Lalu bagaimana cara membebaskan dari penderitaan menurut Budha? Siddharta Gautama pada awalnya mempelajari cara pembebasan dengan melakukan meditasi yoga. Meditasi ini dikenal pula sebagai Yogacara. Tujuan meditasi Yogacara ialah untuk konsentrasi pikiran dan intropeksi ke dalam hati sanubari, sekaligus untuk mengenali jiwa terdalam manusia. Namun kerapkali cara ini lebih menekankan jiwa dan merendahkan tubuh. Tubuh dianggap sumber dosa dan layak disiksa bahkan dihancurkan dengan kematian.

Akibatnya, tubuh kerapakali didera sebagai upaya pembebasan jiwa. Kemudian cara pembebasan jiwa menurut Budha selanjutnya dengan menjalankan tirakat. Ada yang melakukan tirakat ekstrim seperti pengikut Jainisme dengan puasa total sampai mati. Kematian menurut mereka dianggap jalan keluar yang benar bebas dari penderitaan. Hal ini dipengaruhi konsep dualisme tubuh dan jiwa manusia. Karena itu, cara tirakat ekstrim ini ditinggalkan Siddharta dan mulai dengan hidup asketik sebagai bentuk usaha pembebasan manusia dari penderitaan



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger