Bersahabat Layaknya Al-farisi dan Albaghdadi

Rabu, 07 Desember 20160 komentar


http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/12/bersahabat-layaknya-al-farisi-dan.html


Dua orang sahabat, Al-Farisi dan Al-Baghdadi, belajar di tempat yang sama selama bertahun-tahun. Segala rasa suka dan duka mereka alami bersama. Setelah menyelesaikan studi dan keduanya harus berpisah untuk kembali daerah masing-masing, mereka saling mengikat janji untuk tetap memupuk persahaban, saling mendoakan dan saling membantu. Keduanya juga berjanji agar masing-masing menjadikan sahabatnya sebagai orang pertama yang dimintai pertolongan ketika ia mengalami kesulitan apapun.
Bertahun-tahun keduanya tidak bertemu, hingga suatu ketika, Al-Baghdadi masalah besar, usahanya jatuh bangkrut. Ia terlilit utang besar hingga terancam dipenjara karenanya. Ia pun teringat sahabat karibnya, Al-Farisi.
Al-Baghdadi pun memutuskan untuk pergi menemuinya sahabat-Nya. Al-Farisi menyambut hangat kedatangan sahabatnya, Al-Baghdadi, layaknya ia menyambut seorang penguasa. Ia menyiapkan jamuan dna tempat istirahat terbaik untuk sahabatnya. Kemudian Al-Baghdadi kembali pulang setelah mendapatkan hal yang ia butuhkan.
Roda kehidupan terus bergulir dan tahun pun berganti tahun. Al-Farisi pun mengalami masalah besar. Sesuai perjanjian, ia pertama kali hanya meminta bantuan kepada sahabatnya, Al-Baghdadi.
Ia pun pergi menuju ke negeri sahabatnya, di Baghdad. Sesampainya di tempat, ia pun mengetuk pintu rumah sahabatnya. Al-Baghdadi tidak mau membukakan pintu untuknya; melainkan ia menyuruh pelayannya untuk memberitahukan sahabatnya bahwa ia sedang ada di rumah.
Al-Farisi pun bersedih dan memutuskan untuk kembali pulang. Ia sangat merasa kecewa, karena ia mendapati sahabatnya, Al-Baghdadi, telah mengkhianati janjinya untuk saling melindungi dan saling membantu. Ia berguman, “Semudah inikah sahabatku mengkhiati janjinya! Beginikah cara ia membalas kebaikan yang pernah aku berikan kepadanya?”
Di tengah perjalanan pulang, ia bertemu dengan beberapa orang yang tidak dia kenal. Mereka mengaku sedang dikejar-kejar oleh petugas keamanan negara. Mereka menitipkan sebuah kotak kepadanya dan berkata, “Kami titipkan kotak ini kepadamu. Jika kami tidak kembali dalam tempo dua  hari, bungkusan ini halal dan menjadi milikmu.”
Al-Farisi setuju untuk menjaga barang yang mereka titipkan. Setelah tempo dua hari berlalu, mereka tidak kunjung kembali. Maka, ia pun membuka bungkusan tersebut dan ternyata isinya adalah perhiasan emas. Al-Farisi terpana, merasa bahagia dan bersyukur kepada Allah swt. atas karunia yang melebihi apa yang semula ia bayangkan dari sahabatnya.  
Kemudian ia melanjutkan perjalanannya. Kembali ia mengalami hal aneh. Ia bertemu dengan seorang nenek tua dan seorang putrinya.
“Wahai Fulan, kami hidup sebatang kara. Tiada kerabat yang menanggung kehidupan kami. Ini adalah putriku. Jika kamu berkenan dan tertarik dengannya, silahkan kamu menikahinya dan bawalah kami pulang bersamamu.” Tutur Sang nenek.
Al-Farisi pun membuka cadar yang menutupi muka sang gadis. Ternyata ia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Ia pun setuju untuk menikahinya. Ia pun pulang bersama dengan seorang nenek dan seorang gadits cantik yang akan menjadi istrinya.
Kendati pun Al-Farisi tidak mendapatkan bantuan yang ia butuhkan dari sahabatnya, Al-Baghdadi, namun Allah swt. yang Maha Rahman, tidak pernah menyia-nyiakan sedikut pun kebaikan yang dulu pernah dia lakukan untuk sahabatnya. Kini ia mendapatkan anugerah dari Allah swt. berupa harta perhiasan dan seorang istri yang cantik dan solehah, tanpa ia duga sebelumnya.
Beberapa tahun kemudian, perniagaan Al-Farisi kembali berjaya sehingga ia  menjadi orang yang kaya. Namun sebaliknya, Al-Baghdadi justru mengalami ujian berat untuk yang kedua kalinya. Perniagaannya kembali mengalami kebangkrutan.
Al-Baghdadi pun teringat sahabatnya, Al-Farisi. Ia pun kembali mendatanginya untuk meminta bantuan darinya.
Sebagaimana semula, Al-Farisi menyambut kedatangan sahabatnya dengan sambutan yang meriah. Bahkan kali ini, ia mengundang seluruh sanak familinya. Namun, kali ini Al-Farisi bermaksud ingin menyindir saudaranya, Al-Bagdadi, di hadapan seluruh keluarganya, bahwa ia telah menyalahi janji persahabatan di antara mereka.    
Mendengar sindiran sahabatnya, Al-Baghdadi langsung berdiri berusaha untuk mengklarifikasi. Ia berkata kepada seluruh yang hadir, “Dengarkan pernyataan saya, kemudian silahkan kalian simpulkan betulkah saya terlah berkhianat kepada sahabatku ini!”
Kemudian ia menjelaskan, “Ketika ia datang ke rumahku kala itu, sebenarnya saya ada di rumah. Namun, saya tidak tega melihat saudaraku dalam keadaan bersedih. Saya tidak ingin ia menemuiku untuk memohon bantuan dariku.”
Kemudian ia berkata, “Ketika ia meninggalkan rumahku, ditengah perjalanan ia bertemu dengan beberapa orang yang menitipkan sebuah kotak berisi perhiasan emas, dengan perjanjian kotak tersebut akan menjadi miliknya ketika mereka tidak kembali. Ketahuilah bahwa mereka adalah orang-orang suruhanku untuk mengantarkan tersebut untuk saudaraku.”
“Setelah itu, ia bertemu dengan seorang nenek tua beserta seorang putrinya yang sekarang telah ia nikahi.. Nenek tersebut adalah ibuku; dan gadis itu adalah adik kandungku sendiri.”
Subhanallah!!!

Nilai ukhuwah islamiyah harus senantiasa terjalin di antara kaum muslimin. Rasa saling mencintai, saling membantu, saling menanggung, saling menghormati dan saling menjaga kehormatan masing-masing, harus selalu terpupuk subur dalam keadaan apapun. Karena ukhuwah merupakan simpul perdamaian dan kesejahteraan hidup yang terkuat, setelah kekuatan iman kepada Allah swt. 
Al-Baghdadi mencontohkan nilai ukhuwah yang sejati, ketika ia tidak tega dan tidak ingin menyaksikan sahabatnya dalam keadaan bersedih, muram karena ujian hidup yang menimpanya.
Nilai inilah yang selalu ditanamkan oleh Rasulullah saw. pada diri sahabatnya. Beliau bahkan menegaskan bahwa ukhuwah sebagai barometer kesempurnaan iman seorang muslim. Beliau bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. رواه البخاري ومسلم

“Seorang tidak akan  beriman (tidak mencapai
kesempurnaan iman) hingga ia senang melihat saudaranya (seiman)
mendapatkan apa yang ia senangi untuk dirinya sendiri.”
(h.r. Bukhari & Muslim)


ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ. رواه البخاري ومسلم.
“Tiga hal yang apabila ada pada diri seseorang, maka ia akan merasakan
manisnya iman: Ketika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya
kepada yang lain; ketika ia mencintai saudaranya (seiman) hanya karena Allah;
dan ketika ia benci (tidak suka) kembali ke dalam kekufuran
setelah diselamatkan oleh Allah swt. darinya, sebagaimana
ia tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka.”
(h.r. Bukhari & Muslim)

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger