Penguasa-penguasa Madura

Sabtu, 19 November 20160 komentar



http://misbahuddinalmutaali.blogspot.com/2016/11/penguasa-penguasa-madura.html

Sejak zaman kuno, Madura adalah daerah khusus. Babat Pararaton dan Tanah Jawa berbahasa asli Jawa menyebut peran penting Madura dalam khasanah pembentukan berbagai kerajaan. Sekaligus Madura selalu menjadi under-bouw berbagai kerajaan di Jawa sejak zaman Singasari, Kediri, Majapahit sampai zaman Mataram Islam. Pun juga rakyat Madura dimanfaatkan oleh kepentingan di luar bangsa Madura.

Mari kita telaah peran sejarah, politik Madura dalam kancah Nusantara sampai berdirinya Republik Indonesia dengan hati riang gembira suka-cita senang sentosa ria bahagia pesta-pora senantiasa selamanya.

Bangsa Madura adalah bangsa yang luar biasa. Etos kerja dan tradisi lebih baik bekerja daripada merenung telah menghasilkan etos kebangsaan Madura yang luar biasa. Bangsa Madura mewarnai sejarah Nusantara. Bahkan pada masa pemerintahan Belanda, bangsa Madura dipekerjakan di Bondowoso, Jember, dan pada akhirnya mereka mendiami daerah tapal kuda. Kisah peran Madura di Nusantara tercatat melalui Aria Wiraraja dan Banyak Wide disebut oleh Kitab Pararaton. Aria dan Wide berperan dalam melakukan pembunuhan terhadap Kertanegara, dan kenaikan Raden Wijaya, dan penghancuran Kediri hingga akhirnya berdiri Kerajaan Majapahit.

Pada masa selanjutnya tercatat Ronggosukowati yang melawan penguasa pada abad ke-15 yang masih berbasis Hindu-Buddha. Ronggosukowati terang-terangan mengajarkan Islam dengan ditandai dengan jalan Se Jimat, Alun-alun dan Masjid Pamekasan. Peran perjuangan untuk menemukan identitas ke-Madura-an yang berbeda – atau untuk berperan dalam kekuasaan – selalu menjadi alasan. Kemudian pada zaman Mataram, Pangeran Cakraningrat I, yang aslinya bernama Raden Praseno – tawanan perang yang dikawinkan dengan adik Sultan Agung – juga berperan dalam Kerajaan Mataram Islam.

Namun, di balik itu, bangsa Madura juga sangat berperan dalam memerangi berbagai kerajaan baik atas perintah Mataram Islam maupun Belanda. Trunojoyo, bergelar Pangeran Maduretno, yang bersekutu dengan Pangeran Anom dari Mataram berhasil mengusir Amangkurat I dari Kerajaan Mataram, dari pasukannya yang bermarkas di Kediri pada 1677. Amangkurat I meninggal di pelariannya. Hanya ketika Mataram bersekutu dengan Belanda, Trunojoyo berhasil dikalahkan oleh Mataram pada 1679.

Dari hampir semua kisah kepahlawanan bangsa Madura dan peran penting rakyat Madura, selalu saja mereka digunakan sebagai alat perjuangan dan berakhir dengan konsesi kekuasaan. Tidak pernah dalam sejarah kemerdekaan secara penuh diperoleh oleh berbagai kerajaan di tanah Madura. Selalu menjadi under-bouw dari bangsa lain di Jawa atau asing.

Kisah Madura sama dengan kisah Tanah Pasundan atau Sunda yang juga tidak mampu berdiri sendiri sejak zaman Mataram sampai kemerdekaan. Sejak zaman Majapahit, para rakyat Madura telah melakukan dispora di seluruh penjuru Nusantara. Mereka menjadi pasukan atau pekerja. Pada zaman Islam masuk, Sunan Giri memiliki keturunan yang menikah dengan Pangeran Madura – yang berketurunan Mataram Islam – yang menjadi titik penting peran bangsa Madura dalam pengembangan Islam di Madura dan seluruh Tapal Kuda Jawa Timur.

Peran bangsa Madura ini semakin luas di zaman kemerdekaan dengan diaspora bangsa Madura di seluruh Nusantara: di mana ada pantai, pasar, sate dan rongsokan di situlah ada orang Madura. Mereka menguasai ekonomi di pusat perdagangan. Tidak ada bangsa Madura yang merantau tinggal di daerah yang sepi sendiri. Melihat kisah diaspora di Nusantara saat ini, bangsa Madura lebih tertarik kepada perdagangan dan agama dibandingkan dengan politik.

Di berbagai daerah, Pilkada di banyak tempat di luar Jawa, lebih banyak diikuti oleh bangsa Jawa dibandingkan oleh bangsa Madura. Euforia politik yang membuka keran kekuasaan bupati, bagi bangsa Madura dilanjutkan dengan kisah romantisme masa lalu. 

Penguasa yang bergeser dari kekuasaan pemerintahan ke kekuasaan agama, dengan kiai sebagai patokan, telah melahirkan para penguasa baru: kiai yang memengaruhi. Bahkan kiai dan keluarga pun terjun ke politik: Fuad Amin contohnya. Demikian pula hak apanage yang disandang oleh para raja dan keturunan mereka di Madura yang dicabut oleh Belanda pada abad ke-19 telah menghancurkan moral bangsa Madura. Malapetaka ekologi pada abad ke-19 sungguh membuat diaspora dan berbondong-bondongnya bangsa Madura hijrah ke Bondowoso sampai sekarang.

Bahkan pergolakan demi pergolakan politik selalu mampu diredam oleh kekuasan religi: kiai. Yang menjadi masalah adalah ketika kiai berpolitik praktis. Di situlah sering terjadi konflik kepentingan sementara para rakyat merasa harus mengikuti guru: kiai. Peta politik kontemporer pun di Madura dipengaruhi oleh kisah sejarah masa lalu para pejuang dan pahlawan seperti Trunojoyo, Untung Suropati, Aria Wiraraja, Banyak Wide, Pangeran Cakraningrat, dan lain-lain yang tidak pernah tuntas dalam berjuang.



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger