Senja
Tersenyum Simpul
Oleh : Indana Zulfa
Fajar
yang suci dengan deruhan tasbih makhluq, mengarahkan pandanganku pada seorang
laki-laki dipojok masjid waktu itu. Enam tahun yang lalu menjadi saksi bisu
awal perjuangan untuk mewujudkan rasa cintamu pada ilmu. Aku hanya mampu melihatmu
dari
kejauhan ditengah puluhan bahkan ratusan pelajar Indonesia yang tak kalah
semangat dengan kamu.
Sore
semakin menyarap menjemput malam, puluhan bis menderu-deru, bak singa raksasa
hendak mengcengkram musuh didepannya.
Sesekali ku mendengar klakson bis pertanda beberapa saat lagi bis akan
meninggalkan tempat itu. Para petugas keberangkatan dengan penuh semangat memasukkan
barang-barang kebagasi. Tepat disamping kanan bis, balutan nasihat-nasihat
antara orang tua pada anaknya terlihat mendendangkan kesedihan tercampur bangga
di hati mereka. Tidak lebih dari sepuluh menit lagi, orang-orang pilihan dari
negara kita akan
berpisah. Pelukan hangat dari ibu, pelukan bangga dari bapak, salaman rindu
dari saudara serta pengabadian potret senja waktu itu mengakhiri kebersamaan
sementara ini.
Tidak
terkecuali dengan kakak tercintaku “Dzulfahmi-bin Kasto” (hahaha...).
sosok kakak yang tak asing lagi dalam hidupku, sebentar lagi akan meninggalkan
tanah surga Indonesia ini. Laki-laki berhidung mancung, dengan postur tinggi berpoleskan
kemuliaan sembari menorehkan secercah senyum simpuh dihadapan kita, dengan
suara lantang memanggil namanya “Dzulfahmi- Bali, Putra Bapak Kasto Budi
Utomo memasuki bis Al- Ahgaff 1”, panggilan itu bertanda waktu perpisahan
benar-benar tiba. Dengan linangan air mata, dia masuk kedalam bis dengan tangan
mulia ibu bapak seakan tak mau melepaskannya. Aku hanya mampu melihat semua ini
dari jarak jauh karena tak kuasa membendung kesedihan di relung hati. (Alaay......)
Satu,
dua, tiga bis telah terisi penuh dengan pelajar-pelajar hebat dari berbagai
daerah di Indonesia, saatnya melambaikan tangan kepada keluarga dengan berharap
semoga Allah menjadikan kita sebagai pejuang ilmu yang benar-benar mendapat
Ridho-Nya sebagai bekal untuk bertemu Sang Maha Pemilik Ilmu nanti.
Dzulfahmi-bin
Kasto adalah salah satu putra Dewata yang berhasil menamatkan pendidikan Sarjananya
di salah satu universitas ternama di Negri Mulia Hadramaut Yaman tepatnya di
Universitas Al- Ahgaff. Dia adalah seorang kakak yang bersahabat sekaligus guru
dalam hidupku selama ini, dengan sifat pengasih pada adik-adik perempuannya.
Ilmu pengetahuan yang dimilikinya tidak sepadan dengan raut mukanya yang kata
orang bibilang “Cupu” (kikuk !!) Gaya bicaranya yang bijak, dilengkapi dengan
langkahan yang penuh kesahajaan menggambarkan cara berpikir yang kritis dan
sangat mendalam pada dirinya. (serasa kamu adalah kakak terbaik didunia J ).
Aku tak
akan capek mencari ilmu, hingga titik penghabisan- itu
sepatah kata yang sempat kubaca dibuku hariannya yang sengaja ditinggal
dilemari usangku, entah apa makna “titik penghabisan” itu, apakah hingga
ia kembali ke Tuhan, atau sampai dia nikah ( hahaha..). dan kata-kata itu pula
yang menambahkan kebangganku padanya.
Usaha untuk menjaga eksistensi GARUDA untuk
tetap mengepaakkan sayapnya diudara tidaklah mudah. Mau tidak mau, selama enam
tahun terakhir ini iya harus bisa menunjukkan bahwa INDONESIA adalah negara
yang hebat lebih-lebih pulau Bali (kwkwkwkk...) dinegara wali itu. Minggu demi
minggu menjelma menjadi bulan dan tahun telah dilaluinya dengan berhiaskan ilmu
yang langsung keluar dari dada para Sang
Guru yang penuh karismatik itu, hingga akhirnya suatu hari disiang bolong ia
menerima pesan dari keluarga Indonesia untuk harus segera pulang ke Indonesia,
karena ada bebrapa faktor yang mewajibkan ia kembali ke Tanah Air. Mau tak mau,
dengan berat hati ia kembali kepangkuan NKRI, walau dalam hatinya masih ingin
menyeduh derasnya ilmu dinegara Auliya’ itu.
“dik..
mas amik terbang dari bandara Oman, Yaman tanggal 15 November, Insya Allah
tanggal 16 Sudah sampai di Jakarta, Salam sama orang tua”- Pesan
yang tampak di HP baruku dri pengirim yang ku kasih nama- Mas Amik Sayang- tak
banyak jeda langsung kukirim ulang pesan itu pada orang tua. Betapa bahagianya
keluarga dirumah. Akhirnya rindu ibu pada anak laki-lakinya yang nanti
akan menutunnya di surga Allah akan segera terobati. Rindu ayah pada
anak laki-lakinya yang akan menjadi penggantinya dalam menuntun ibu dan
adikknya didunia akan segera terobati. Rindu adik pada kakaknya yang
selalu menjadi teladan dalam hidupnya akan segera terobati.
“Selamat
datang kakakku, dipangkuan NKRI... Selamat datang digubuk yang didalamnya
terdapat keharmonisan keluarga.... Selamat datang kembali dipondok pesantren
tercintamu yang menajdi titik awal perjuanganmu dalam mencari ilmu... Selamat
datang kakaku”
Posting Komentar