Bersyukur jika itu nikmat

Sabtu, 20 Desember 20140 komentar

Bersyukur jika itu nikmat

Oleh : misbahuddin
Bersyukur jika itu nikmatKehidupan yang serba ada ini mengakibatkan kita lupa untuk merenung sejenak terhadap apa yang kita miliki. Seakan yang ada pada diri kita adalah benar-benar milik kita. Orang lain pinjam pun sulit apalagi meminta. Keberadaan inilah yang membuat kita selalu merasa memiliki semuanya. Padahal jika kita adalah mu’min pastinya meyakini keberadaan mahluk di muka bumi. Bahwa semua mahluk akan kembali kepada penciptanya yaitu sang maha kuasa. Kalau banyak orang bilang rezeki itu sudah diatur oleh tuhan, maka sepantasnyalah untuk tidak pelit pada apa yang punya saat ini. Baik kesehatan, kesempatan, kemauan. Kerana berbagi itu tidak hanya pada meteri saja, melainkan semua apa yang membuat tuhan senang dan manusia bahagia. Terkadang kita tidak tahu apa yang terjadi pada kita dalam situasi tak tentu sehingga lupa untuk berterimakasih kepada yang maha pencipta. Tuhan telah banyak berbagi pada kita, dan kita hanya diminta untuk bersyukur dari apa yang telah tuhan berikan. Bersyukur saja sulit, apalagi berbagi kepada tuhannya.

Dalam interaksi sesama manusia tentu kita tahu jika orang memberikan hadiah pada kita, kita sebagai penerima akan mengatakan terimakasih. Karena keberadaan si pemberi jelas tampak di depan mata. Dan perasaan senangpun dari penerima ditampakkan dengan wajah senyum. Lalu bagaimana dengan pemberian tuhan yang sudah benar-benar tampak dan jelas beranika ragam di muka bumi ini? Pernahkah kita menganggap semua yang telah terjadi pada kita adalah nikmat? Ataukah dari semua penganugrahan itu hanya sebagian yang nikmat? Tiga pertanyaan inilah akan penulis uraikan dengan satu topik dalam tulisan ini.

Kata al-hamdulillah adalah kalimat tahmid sebagai bentuk ucapan syukur melalui kata-kata lisan. Bentuk pujian kepada sang pencinta yaitu tuhan robbal ‘alamin. Saat kita melihat tingginya gunung, luasnya daratan, dalam dan lebarnya lautan kata yang keluar dari lisan kita adalah subhanallah. Sehingga korelasi kata al-hamdulillah sebagai bentuk rasa syukur dengan kata subhanallah sebagai bentuk rasa kagum adalah terletak pada kenikmatan atau kepuasan melihat. Nikmat itu saya definisikan sesuatu yang membuat kita senang, nyaman, dan sesuai dengan bayangan yang kita inginkan. Tidak selamanya apa yang bisa dirasakan manis, lezat, atau asin dari lidah. Melainkan adanya keamanan dan kesejahteraan hidup. Memuji tuhan dengan kalimat al-hamdulillah memang hal mudah, tapi tidak semua umat islam yang meyakini allah sebagai tuhannya mampu melafadzkan kalimat tahmid itu. Apalagi mensyukuri dalam bentuk perbuatan, pengabdian diri, atau berbagi. Kenapa bisa terjadi? Tentu hal ini menjadi koereksi kita diri sendiri sebagai pribadi muslim yang mukmin.

Dalam kaitannya dengan bentuk berbagi kita kepada orang lain yang mereka benar-benar mempunyai keterbatasan fisik sehingga tidak bisa mencari nafkah merupakan kewajiban mutlak untuk membantunya. Akan tetapi ketika menemukan orang yang malas bekerja sedangkan ia mempunyai mental, fisik, dan jiwa yang sehat maka sepantasnya kita berbagi motivasi agar mereka bangkit dari jurang kemalasan. Karean hal utama dalam menentukan rizki yang sudah allah tentukan itu dengan cara tidak malas. Banyaknya peminta-minta seakan menampakkan pelaku pemalas. Disisi lain banyak juga yang membanting tulang yang penghasilannya tidak seberapa memperlihatkan pekerja demi tidak ingin jadi peminta. Kalaupun memang dengan adanya peminta-minta orang yang awalnya tidak pernah berbagi kepada orang lain menjadi ingin berbagi karena pengaruh pengemis yang begitu menekan hati. Dalam konteks ini bentuk syukur itu tidak disalahgunakan. Ketika kesehatan dan kesempatan yang begitu lebar dan luas untuk kita manfaatkan maka hal itu merupakan kenikmatan yang sepertinya abstrak sehingga tidak banyak orang menyadarinya. Dan ketika seseorang mampu besyukur terhadap sesuatu nikmat yang abstrak maka dipastikan mereka mampu bersyukur terhadap sesuatu yang konkrit.

Dalam aktivitas sehari-hari banyak kita jumpai hal-hal kecil yang belum mampu kita implementasikan. Contohnya kata basmalah setiap memulai sesuatu dan tahmid setiap mengakhiri sesuatu. Membentuk kebiasaan kecil dari suatu kebaikan atau istiqomah dalam bahasa religinya sangat sulit untuk bisa melaksanakan. Menjadi faktor dalam hal ini adalah lupa. Eksistensinya lupa adalah sifat yang hanya dimiliki manusia. Lalu apakah ada cara-cara tertentu dalam mengalihkan lupa menjadi suatu ingatan kuat. Tentu diperlukan kebiasaan diri dengan tidak gengsi, tidak minder, dan tidak malas. Maka lupa dengan sendirinya akan hilang. Sekali boleh lupa tapi jika berkali-kali juga perlu dipertanyakan. Lupa atau melupakan. Tidak ada kata terlambat pada diri saya, pembaca dan seluruh umat islam untuk memulai dari hal-hal kecil yang bisa kita istiqomahkan. Membaca basmalah ketika memulai sesuatu adalah hal kecil tapi tidak semua orang mampu melakukan ini. jika sesuatu dimulai dengan basmalah tentu kita akan mengakhirinya dengan hamdalah.


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : SalamuN RespectoR | Johny | Tutorial Software
Copyright © 2014. MisbahPost - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by SalamuN RespectoR
Proudly powered by Blogger